MediaSel.com - Dalam suatu masyarakat yang ‘sakit’,
kehadiran sosok juru selamat semacam Imam Mahdi atau Satrio Piningit
selalu ditunggu. Pada sosok-sosok seperti inilah, masyarakat yang
tersisih lantas menyandarkan harapannya. Dilain pihak, sadar atau tidak
sadar, masyarakat ‘sakit’ seperti ini diam-diam juga mengharapkan akhir
dunia segera tiba. Saat itulah mereka akan diangkat ke surga dan bisa
mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan dunia yang penuh kepahitan
ini.
Dari waktu ke waktu, kita sering
menemukan berita tentang sekte keagamaan tertentu yang ‘menjanjikan’
kiamat kepada anggotanya. Mereka percaya bahwa akhir dunia segera tiba
pada tanggal sekian bulan sekian tahun sekian, dan bahwa hanya golongan
merekalah yang akan diselamatkan Tuhan dan berhak untuk menjadi penghuni
surga. Tidak jarang keberadaan kelompok semacam ini berakhir dengan
bunuh diri massal, sebuah cara yang dipercaya menjadi semacam ‘jalan
tol’ dalam rangka mencapai surga. Di sisi lain, ada juga kelompok yang
meyakini akan adanya tanda-tanda jaman tertentu yang mengisyaratkan
bahwa sang juru selamat akan segera tiba untuk menyelamatkan mereka yang
‘beriman’ sebelum dunia dan seisinya lenyap bersama datangnya hari
kiamat.
Cerita ‘klasik’ semacam itu kini
juga sedang berlangsung di negeri ini. Sebelum cerita tentang ‘sekte
hari kiamat’ ramai dimuat di media, kita mungkin juga sudah pernah
mendengar cerita tentang dua gerhana di bulan Ramadhan kali ini yang
dipercaya merupakan tanda-tanda akan segera turunnya apa yang disebut
sebagai Imam Mahdi itu. Entah kenapa, banyak orang yang percaya tentang
hal-hal semacam ini. Tak terpikir kalau terjadinya gerhana adalah
sesuatu yang wajar dan alamiah, dan bahwa apabila terjadi dua gerhana
pada Ramadhan kali ini tak lebih dari sebuah kebetulan yang juga pernah
terjadi di waktu lampau (dalam bulan Ramadhan tahun 1402H/1982 M, pernah
terjadi dua gerhana sekaligus dan sampai sekarang Imam Mahdi masih
belum kunjung muncul).
Ini masih ditambah lagi dengan
kisah-kisah yang dituturkan oleh para rohaniwan “doomsayer” tentang
huru-hara di akhir dunia yang belakangan ini makin sering saja kita
dengar. Dalam agama Islam, Al Qur’an sudah menegaskan tentang
tanda-tanda Kiamat secara garis besarnya saja, sementara itu beberapa
hadits menerangkannya dengan lebih rinci. Tapi kalau kita perhatikan
hadits-hadits yang sering dikutip berkaitan dengan tanda-tanda kiamat,
tidak jarang kita akan menemukan beberapa kejanggalan. Selain lemah dari
segi riwayat (matan), kelihatan bahwa banyak riwayat yang kini telah
kehilangan konteksnya.
Bagaimana dalam kisah-kisah
tentang kedatangan kiamat, kekaisaran Romawi masih digambarkan sebagai
kekuatan ‘superpower’, sementara Bizantium masih merupakan pusat
peradaban dunia. Dikisahkan pula bahwa dalam perang akhir jaman, manusia
masih mengendarai kuda dengan bersenjatakan pedang dan tombak, dan
bahwa unta masih menjadi sarana transportasi utama. Itu semua sudah
cukup untuk menunjukkan bahwa segala riwayat tersebut paling tidak
memerlukan interpretasi ulang kalau tidak bisa disebut meragukan.
Sebagai orang beriman, kita
memang harus meyakini bahwa cepat atau lambat, kiamat pasti akan
terjadi. Namun kapan tibanya akhir dunia itu, biarlah hanya menjadi
rahasia dari Yang Maha Mengetahui. Kita tidak bisa melarikan diri dari
kenyataan dengan menunggu datangnya kiamat atau berpangku tangan
mengharapkan sang juru selamat, entah dengan nama Imam Mahdi, Satrio
Piningit, atau apapun juga, datang dan membebaskan manusia dari
ketertindasan. Kita juga tidak bisa hanya berlindung dibalik teks-teks
kitab suci dan berharap ada mukjijat datang dari langit untuk
membebaskan kita dari keterpurukan. Ikhtiar, usaha, itulah
sebenar-benarnya yang harus kita lakukan.
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !